Tuesday, 4 October 2011

Hubungan Antara Persepsi Remaja dengan Perilaku Seksual

    Masa remaja adalah masa yang labil, mudah mengalami kebimbangan di dalam dirinya, bahkan masih belum terlalu bisa memilah-milah antara yang baik dan yng buruk. Adapun yang dimaksud dengan remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang biasanya berusia 12 sampai 24 tahun. Untuk golongan remaja muda perempuan/gadis, dari usia 13 sampai 17 tahun. Sedangkan untuk laki-laki dari usia 14 sampai 17 tahun.
    Perilaku mereka rata-rata sudah mendekati perilaku orang dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental belum dapat dikatakan dewasa. Remaja dapat dikatakan adalah masa transisi. Karena mereka akan memasuki masa Dewasa. Pada masa transisi ini rasa ingin tahu mereka menjadi sangat besar. Mereka ingin tahu apa yang biasanya dilakukan oleh orang dewasa, termasuk sesuatu hal seperti seksual.
    Rasa ingin tahu mereka tentang seksualitas menjadi masalah saat mereka mulai mempelajari tentang seksualitas dengan cara mereka sendiri, atau tanpa bimbingan dari orang tua. Karena pengetahuan mereka masih sangat minim mengenai seksualitas, mereka tidak mengetahui mengenai batasan-batasan mana yang boleh, dan mana yang tidak.
    Ketidak pedulian orang tua terhadap perkembangan anak nya, dan juga dikarenakan membahas sesuatu yang berbau seksualitas adalah tabu, menyebabkan para remaja mencari tahu sendiri apa itu “seks”. Dan inilah yang menjadi masalah. Jika mereka mendapatkan pengetahuan yang salah mengenai seksualitas, dan tidak mengetahui di mana batasan-batasannya, mereka akan mempraktikkan pengetahuan mereka kepada lawan jenisnya. Hal ini lah yang disebut dengan seks bebas, atau seks diluar nikah.
     Pengetahuan para remaja tentang seksualitas yang setengah-setengah, dan bahkan mencari informasi dengan mempraktekkannya kepeda lawan jenis, lambat laun akan menyebabkan remaja tersebut menganggap prilaku seks terhadap lawan jenis adalah hal yang biasa, dan terus melakukannya tanpa menyadari resiko yang akan mereka dapatkan.
    Pengetahuan seks yang setengah-setangah tidak hanya mendorong remaja untuk mencoba-coba, tetapi juga dapat menimbulkan salah persepsi. Kesalahan persepsi ini bukan hanya berakibat pada pola pikirnya namun juga perlakuan mereka terhadap lawan jenis akan membuat mereka melupakan batasan-batasan yang masih bisa mereka dilakukan dan yang tidak buleh dilakukan.

Persepsi
     Persepsi adalah suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerimanya, yaitu alat indera. Stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan sehingga individu tersebut menyadari tentang apa yang indera nya terima itu. Proses inilah yang dinamakan dengan persepsi. Jadi Stimulus yang diterima oleh alat indera. Kemudain melalui proses persepsi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan.
     Menurut Freud dan Sobur, persepsi itu timbul karena adanya dua faktor, yaitu Internal dan Eksternal. Di dalam diri seseorang terdapat tiga sistem kepribadian, yang disebut id atau es, ego atau ich, dan superego atau uber ich. Faktor Internal tergantung pada pemahaman terhadap sesuatu yang berasal dari dorongan-dorongan dalam diri seseorang yang fundamental, yaitu id. Kemudian, ego menjembatani id dengan tuntutan dunia luar, yaitu superego. Superego berisi kata hati yang berhubungan dengan lingkungan sosial, meliputi nilai-nilai, tujuan, kepercayaan, dan tanggapan, sehingga merupakan kontrol terhadap dorongan-dorongan yang datang dari id, menggambarkan adanya faktor eksternal dalam persepsi tersebut. Pengetahuan itu sendiri sedikit banyak akan mempengaruhi pandangan seseorang atau individu dalam menginterpretasikan suatu objek stimulus tertentu yang akan menghasilkan suatu pemahaman.
     Menurut Stephen Robbins, bahwa ada beberapa faktor yang bekerja membentuk dan membiaskan persepsi, yaitu faktor pada pemersepsi, target atau objek, dan situasi. Faktor pada pemersepsi meliputi sikap, moral, kepentingan/minat, pengalaman masa lalu, dan harapan. Faktor pada objek meliputi hal-hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latarbelakang, dan kedekatan. Sedangkan faktor pada situasi yang unsur-unsur dalam situasi atau lingkungan terjadinya persepsi meliputi waktu, keadaan tempat, dan keadaan sosial.


Perilaku Seksual
     Pada dasarnya perilaku seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang sudah ada secara ilmiah di dalam diri seseorang. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan sosial atau pergaulan seseorang tersebut. Jika seseorang terlalu sering mendapatkan eksposuritu, maka ia akan cepat dirangsang untuk melakukan tindakan-tindakan yang kongkrit tentang prilaku tersebut, atau dalam kasus ini adalah perilaku seksual.
     Adapun yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis, maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam. Mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.
     Remaja pada umumnya tidak dapat bebas mengekspresikan perilaku seksual mereka karena mereka memiliki batasan-batasan perilaku seksual. Seperti berhubungan seksual, pada tingkat kelembagaan, tidak mungkin dilakukan karena mereka belum melalui jalur lembaga perkawinan atau menikah. Apabila perilaku seksual tersebut dijumpai di kalangan remaja, maka perilaku tersebut adalah perilaku menyimpang dari aturan yang ada.


Hubungan Persepsi dengan Perilaku Seksual Remaja
     Anggapan dari sebagian orang tua yang menganggap bahwa masalah seks adalah sesuatu yang tabu sebaiknya harus dihilangkan. Karena seiring dengan berjalannya waktu, pengetahuan tentang seks dan pembicaraan mengenai masalah seksual dianggap sebagai hal yang penting dan perlu bagi perkembangan manusia. Hal ini dikarenakan saat ini hal-hal yang berbau pornografi sudah sangat mudah didapatkan oleh remaja.
     Sebagai mana yang dipaparkan oleh Elizabeth B. Hurlock, bahwa informasi yang nereka dapatkan dipenuhi melalui cara membahasnya bersama teman-teman, buku-buku tentang seks, atau mencobanya dengan cara bercumbu atau berhubungan seksual. Hal tersebut terjadi karena masih ada anggapan bahwa membahas tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi adalah tabu. Pendidikan tentang seksualitas seharusnya disampaikan sendiri oleh orang tua maupun guru-guru di sekolah agar mereka tidak mencari tahu sendiri, yang justru lebih berbahaya karena informasi yang akan mereka dapatkan hanya setengah-setengah.
Pendidikan seks yang hanya setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja untuk mencoba-coba, tetapi juga dapat menimbulkan salah persepsi. Misalnya, berciuman dan melakukan hubungan suami-istri dengan pasangan/pacar adalah hal yang wajar dan sudah biasa, bahkan jika mereka tidak melakukannya akan dicemoohkan oleh teman sepergaulannya. Dan yang lebih parah lagi, anggapan bahwa jika terjadi kehamilan karena “kecelakaan” dapat mereka tangani dengan menggugurkan kandungannya.

0 comments:

Post a Comment

Link Within

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Ads

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan